Selasa, 03 Desember 2013

skripsi peta konsep

IDENTIFIKASI PEMAHAMAN SISWA MENGGUNAKAN MODEL PETA KONSEP MATA PELAJARAN KELISTRIKAN OTOMOTIF PADA KELAS XI SMK TEKNOLOGI SOMBA OPU KABUPATEN GOWA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Pada Jurusan Pendidikan Teknik Otomotif Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar MUH. BHILAL HALIM 052 214 043 JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK OTOMOTIF FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR 2011 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk memasuki perubahan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan dan IPTEKS. Sehubungan dengan itu, maka aktivitas belajar tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, bahkan sejak mereka lahir sampai akhir hayatnya. Pendidikan merupakan usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, hal ini tertuang dalam UUD 1945 pasal 31 ayat (1) dimana ”tiap-tiap warga negaranya berhak mendapatkan pengajaran”. Pengajaran bagi setiap warga negara pada hakekatnya merupakan upaya untuk mengembangkan potensi yang dimiliki siswa secara maksimal sehingga dengan kemampuannya siswa dapat memenuhi kebutuhan hidup dan kelak akan digunakan bagi dirinya sendiri, keluarga, masyarakat dan negara. Dalam proses pembelajaran, guru sebagai pengajar dituntut adanya profil kualifikasi tertentu dalam hal pengetahuan dan kemampuan sebagai seorang guru, khususnya guru bidang studi kelistrikan. Menurut Johnson dalam Sahabuddin (2007:22) persekolahan (schooling) adalah “suatu proses sosial dimana siswa ditempatkan dalam suatu kelompok yang disebut kelas dan guru menerima tanggung jawab untuk mengelola pengajaran bagi sejumlah siswa pada waktu yang sama”. Melihat kutipan diatas maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa pada saat mengajar guru diharapkan mencari, menggunakan dan mengembangkan keterampilan atau teknik yang sesuai dengan materi sehingga lebih efektif dan efisien. Profesi guru dituntut adanya pengetahuan, keahlian, dan persiapan akademik yang merupakan tiga pilar pokok. Menurut Danin dalam Sulaiman (2009:34) profesi berarti : “suatu pekerjaan yang mempersyaratkan pendidikan tinggi bagi pelakunya yang ditekankan pada pekerjaan mental yaitu adanya persyaratan pengetahuan teoritis sebagai instrument untuk melakukan perbuatan praktis, bukan pekerjaan manual. Untuk itu guru hendaknya menyiapkan dan menciptakan berbagai situasi yang memungkinkan agar kreativitas siswa berkembang”. Pemahaman adalah ilmu pengetahuan yang bersumber dari materi pelajaran yang telah diajarkan sebelumnya. Melalui pemahaman, seorang guru perlu mengiringi siswa agar termotivasi dan konsentrasi dalam belajarnya. Menurut Roy Anderson (2008:50) konsentrasi adalah : “kemampuan untuk menaruh perhatian pada sesuatu, gagasan atau orang: seorang anak dikatakan memiliki konsentrasi yang lemah ketika kemampuannya untuk memperhatikan tidak sebagus seperti apa yang diharapkan orang”. Kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa, ketika siswa termotivasi maka akan timbul perasaan ingin tahu dan membuat siswa konsentrasi mendalami materi yang akan diajarkan, sehingga siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran. Setiap manusia lahir dengan segala potensi yang dimiliki, termasuk potensi pikiran. Namun, pada praktik pembelajaran, penggunaannya masih jauh dari optimal. Hal ini tercermin dari berbagai kesulitan yang muncul pada pembelajaran, menurut Syaiful bahri (2008:71) kesulitan belajar adalah “suatu kondisi dimana anak didik tidak dapat belajar secara wajar disebabkan adanya ancaman, hambatan ataupun gangguan dalam belajar”. Berdasarkan kutipan diatas seperti kesulitan dalam memusatkan perhatian atau mengingat, yang berujung pada rendahnya hasil pembelajaran termasuk kategori kesulitan belajar. Dalam praktik pembelajaran di sekolah, kondisi ini masih diperburuk oleh praktik pembelajaran yang keliru, seperti pemberian tambahan pembelajaran baik di dalam maupun di luar sekolah. Padahal proses tersebut, hanya dapat bermakna repetisi dari proses pembelajaran sebelumnya dan tidak memberi nilai tambah bagi pemahaman siswa. Pembelajaran tidak hanya terbatas pada membaca buku atau mendengar pengajaran yang tidak memberi pemahaman. Menurut Syaiful bahri (2008:54) “rangsangan diciptakan untuk memunculkan tanggapan kemudian dihubungkan antara keduanya hingga muncullah asosiasi”. Kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran melibatkan pemikiran yang bekerja secara asosiasi, sehingga dalam setiap pembelajaran terjadi penghubungan antar satu informasi dengan informasi yang lain. Pembelajaran sangat erat kaitannya dengan penggunaan otak sebagai pusat aktivitas mental mulai dari pengambilan, pemprosesan, hingga penyimpulan informasi. Dengan demikian, pembelajaran merupakan proses sinergisme antara otak, pikiran dan pemikiran untuk menghasilkan daya guna yang optimal. Untuk mengoptimalkan hasil pembelajaran, maka proses pembelajaran harus menggunakan pendekatan keseluruhan otak. Menurut DePorter dalam Astutiamin (2009:30) “Ketika manusia berkomunikasi dengan kata-kata, otak pada saat yang sama harus mencari, memilah, merumuskan, merapikan, mengatur, menghubungkan, dan menjadikan campuran antara gagasan-gagasan dengan kata-kata yang sudah mempunyai arti itu dapat dipahami. Kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa siswa menata konsepnya sendiri agar tersusun menjadi peta konsep adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mengelola pengetahuan, agar siswa mudah memahami konsep. Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas pembelajaran kelistrikan adalah sulitnya siswa menghubungkan konsep-konsep yang telah diketahuinya dikarenakan banyaknya konsep yang telah diterima. Untuk dapat dipercaya oleh siswa sebagai guru yang menguasai materi kelistrikan dan mampu membuat mereka memahami kelistrikan dengan baik, maka seorang guru perlu mengevaluasi sendiri pengetahuan konsep dan kebermaknaan konsep yang dimiliki sebelum dievaluasi oleh siswa-siswanya. Guru di akhir pembelajaran selalu mengadakan evaluasi untuk mengetahui kemampuan siswa yang hasilnya direfleksikan dalam bentuk nilai. Berdasarkan informasi guru bidang studi kelistrikan bahwa, selama ini model evaluasi mata pelajaran kelistrikan otomotif yang dipergunakan oleh guru SMK Teknologi Somba Opu adalah model evaluasi multiple choice dengan hasil perolehan nilai siswa sebagai berikut : Tahun ajaran 2008/2009 hanya 60 orang dari 120 siswa yang memperoleh nilai ≥ 70 dengan nilai rata-rata kelas 5,6 kemudian pada tahun ajaran 2009/2010 meningkat menjadi 70 orang dari 120 siswa yang memperoleh nilai ≥ 70 dan rata-rata nilai kelas 6,3. Memperhatikan kondisi masih banyaknya siswa yang belum memperoleh nilai > 70 maka, penulis bermaksud menawarkan suatu model evaluasi yang selama ini belum pernah dipergunakan disekolah tersebut yaitu model evaluasi peta konsep yang dikemas dalam bentuk pengidentifikasian pemahaman siswa. Model ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa SMKT Somba Opu apakah terjadi kesamaan pemahaman siswa yang direfleksikan melalui perolehan nilai. Untuk itu penulis tertarik meneliti dengan judul “Identifikasi Pemahaman Siswa Dengan Menggunakan model Peta Konsep Mata Pelajaran Kelistrikan Otomotif Pada Siswa Kelas XI SMKT Somba Opu Kab.Gowa”. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah seberapa besar pemahaman Siswa Kelas XI SMKT Somba Opu pada mata pelajaran kelistrikan otomotif yang diidentifikasi dengan cara evaluasi menggunakan model peta konsep? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi seberapa besar pemahaman Siswa Kelas XI SMKT Somba Opu yang dievaluasi dengan menggunakan model peta konsep. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada pihak berikut: 1. Sebagai bahan masukan bagi guru-guru sebagai tenaga pengajar tentang pentingnya pemahaman siswa dievaluasi menggunakan model peta konsep. 2. Bagi penulis, penelitian ini menjadi media belajar dalam usaha melatih dan menyusun buah pikiran secara tertulis dan sistematis sekaligus mengaplikasikan ilmu yang diperoleh. 3. Kepada pihak peneliti yang lain, hasil penelitian ini dapat dikembangkan pada ruang lingkup penelitian pendidikan yang lebih luas. BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Identifikasi Indentifikasi menurut bahasa adalah kegiatan menentukan atau menetapkan sesuatu berdasarkan pencarian informasi. Identifikasi pemahaman melalui model peta konsep sangatlah penting, menurut Sudjana (1989:30) bahwa “penilaian tidak hanya diarahkan kepada tujuan-tujuan pendidikan yang telah ditetapkan, tetapi juga terhadap tujuan-tujuan tersembunyi termasuk efeksamping yang mungkin timbul”, Menurut Arikunto dalam Dimyati (2009:73) “Dalam pemahaman siswa diminta untuk membuktikan bahwa ia memahami hubungan yang sederhana diantara fakta-fakta atau konsep”. Berdasarkan kutipan tersebut jika dikaitkan dalam penelitian ini maka pemahaman siswa tentang konsep salah dan miskonsepsi yang tersembunyi dapat terdeteksi pada tiap-tiap siswa, dalam artian memang siswa mengikuti materi yang disajikan oleh guru, namun pertanyaanya adalah seberapa pahamkah siswa perindividu tentang konsep yang telah diajarkan oleh guru, semua itu dapat teridentifikasi melalui evaluasi model peta konsep. 2. Pemahaman Pemahaman menurut kamus besar bahasa Indonesia berarti kemampuan/proses memberi arti keseluruhan, memaknai, atau berarti pengetahuan. Jadi pemahaman bila dikaitkan dalam penelitian ini berarti kemampuan memberi arti memaknai atau mengetahui materi yang telah diberikan oleh guru. Pemahaman yang dimiliki siswa juga bisa menjadi indikator berhasil tidaknya seorang guru bidang studi dalam menyajikan materi kepada siswanya. Tanpa pemahaman sulit rasanya kesuksesan akan diperoleh, oleh karena itu guru dalam interaksi belajar mengajar hendaknya berusaha membangkitkan semangat siswa dalam proses belajar mengajar dengan memodifikasi model pembelajaran agar menarik dan mudah dipahami oleh siswa sehingga terbentuk perhatian siswa atas materi yang disajikan. Perhatian itu harus selalu diusahakan keberadaannya selama pelajaran berlangsung. Seorang guru perlu mengenal bagaimana kemajuan belajar siswa dari materi yang telah diberikan sebelumnya lewat tes atau ujian. Hal-hal yang perlu diketahui antara lain adalah penguasaan pelajaran dan keterampilan belajar siswa melalui pengenalan tersebut guru dapat membantu kesulitan belajar siswa Guru di dalam mengajar harus dapat membangkitkan perhatian siswa kepada pelajaran yang diberikan. Perhatian akan lebih besar bila pada siswa ada minat dan bakat. Bakat telah dibawa siswa sejak lahir, namun dapat berkembang karena pengaruh lingkungan. Perhatian dapat timbul secara langsung, karena siswa telah mengetahui tujuan dan kegunaan mata pelajaran yang diperolehnya. Perhatian siswa baru timbul bila dirangsang oleh guru dengan penyajian pelajaran yang menarik, juga dengan menggunakan media yang merangsang siswa berpikir, maupun meng hubungkan pengetahuan-pengetahuan yang telah dimiliki siswa . Mengingat pemahaman yang telah dimiliki siswa itu sifatnya masih relatif karena berdasar dari tingkat minat dan bakatnya, maka untuk mengetahui tingkat pemahaman dari tiap siswa guru mengadakan evaluasi pada tiap akhir materi sub kompetensi baik itu berupa kuis atau tes tertulis agar terlihat tingkat pemahaman tiap siswa dan dengan demikian tingkat pemahaman, siswa akan teridentifikasi. Menurut Bruner dalam Nasution (1982:56) bahwa “dalam proses belajar dapat dibedakan tiga fase/episode, yakni informasi, transformasi, dan evaluasi”. Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa evaluasi sangat berperan penting sebagai indikator pencapai hasil belajar, dan untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap pelajaran yang lalu itu, guru dapat mengukurnya dalam bentuk ujian atau evalusi menggunakan model peta konsep agar gambaran pemahaman siswa bisa dilihat oleh guru setelah melewati beberapa episode. 3. Peta Konsep (Mind Map) Peta konsep adalah alat evaluasi yang menggambarkan pemahaman dalam bentuk ilustrasi grafis sehingga sangat bermanfaat karena pemahaman dalam mind set seseorang dapat telihat jelas. Menurut tony buzan (2005:47) selaku pengarang buku pintar mind map, bahwa “mind map (peta konsep) merupakan peta rute yang hebat bagi ingatan, memungkinkan kita menyusun fakta dan pikiran sedemikian rupa sehingga cara kerja alami otak dilibatkan sejak awal ini berarti mengingat informasi akan lebih muda dan lebih bisa diandalkan dari pada menggunakan teknik pencatatan tradisional”. Menurut Winkel (2004:80)” manusia dalam menghadapi lingkungan hidupnya beroperasi dengan cara yang mirip dengan sebuah computer; siswa disekolah juga demikian, dalam arti dia menerima informasi, mengelolahnya, menyimpan dan menggalinya dari ingatan bila dibutuhkan”. Maka, dapat ditarik sebuah kesimpulan belajar dikatakan bermakna (meaningful) jika informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik sehingga peserta didik dapat mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Kutipan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa, belajar dengan cara menghafal merupakan kegiatan belajar yang menekankan penguasaan pengetahuan atau fakta-fakta tanpa memberi arti terhadap pengetahuan atau fakta tersebut. Belajar menerima cenderung mengarah kepada belajar menghapal dan belajar berdasarkan pemecahan masalah cenderung ke arah belajar bermakna. a. Pengertian Peta Konsep (Mind Map) Peta dan konsep, menurut kamus besar bahasa Indonesia ‘’peta’’ berarti gambar atau lukisan pada kertas dan sebagainya yang menunjukkan letak atau denah, sedangkan ‘’konsep’’ adalah rancangan, idea atau pengertian yang di abstrakkan dari peristiwa konkrit. Arti kata di atas dapat dimaknai bahwa peta konsep suatu ilustrasi grafis yang konkrit sehingga dapat menunjukkan bagaimana suatu konsep berhubungan atau terkait dengan konsep-konsep lain dan termasuk kategori yang sama. Menurut Tony busan (2005:5) peta konsep adalah “Sistem penyimpanan, penarikan data, dan akses yang luar biasa untuk perpustakaan raksasa, yang sebenarnya ada dalaam otak manusia yang menabjubkan”. Menurut Sumanji dalam Alief-Hamsa (2009:42) menyatakan bahwa peta konsep dapat digunakan untuk membantu siswa menyusun konsep dan menghindari miskonsepsi. Selanjutnya Dahar dalam Alief-hamsa (2009:33) mengemukakan bahwa konsep-konsep merupakan dasar berpikir untuk belajar aturan-aturan dan akhirnya memecahkan masalah. Beberapa kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa peta konsep dapat merupakan suatu skema atau ringkasan dari hasil belajar dan suatu alat pengorganisasian pengetahuan. Dalam bentuknya yang paling sederhana adalah seperti gambar di bawah ini: Gambar 1. Peta konsep sederhana. Peta konsep terdiri dari: 1) konsep-konsep yang masing-masing berada dalam lingkaran atau kotak yang bentuknya sama, 2) sebuah garis anak panah yang menghubungkan kedua konsep tersebut, 3) satu atau lebih kata pada garis tersebut untuk menghubungkan dua konsep tadi menjadi sebuah proposisi. Proposisi adalah suatu pernyataan mengenai suatu obyek atau peristiwa. Proposisi berisi dua atau lebih konsep yang dihubungkan dengan satu kata untuk membentuk suatu pernyataan yang bermakna. Contohnya baterai mempunyai elektron. Dengan mengemukakan beberapa proposisi mengenai konsep elektron, maka meningkatkan arti dan ketelitian arti bagi konsep baterai itu, jadi dapat dikatakan bahwa peta konsep menyatakan bahwa hubungan yang bermakna antara konsep-konsep dalam bentuk proposisi-proposisi, dalam bentuk yang lebih sederhana, suatu peta konsep hanya terdiri atas dua konsep yang dihubungkan oleh satu kata penghubung untuk membentuk suatu proposisi. Peta konsep disusun secara hirarki, konsep yang lebih inklusif ada di puncak peta. Konsep disusun dari yang umum ke yang khusus. b. Ciri-ciri Peta Konsep Sebelum memperoleh bayangan pada peta konsep itu, dalam bagian ini akan dikemukakan beberapa ciri peta konsep: a. Peta konsep ialah suatu cara untuk memperlihatkan konsep-konsep suatu bidang studi. Dengan membuat sendiri peta konsep, siswa melihat bidang studi itu jelas dan mempelajari bidang studi itu lebih bermakna. b. Suatu peta konsep merupakan suatu gambaran dua dimensi dari suatu bidang studi atau suatu bagian dari bidang studi. Ciri inilah yang dapat memperlihatkan hubungan-hubungan proporsional antara konsep-konsep. Hal inilah yang membedakan belajar bermakna dengan cara belajar mencatat, tanpa memperlihatkan hubungan antara konsep-konsep dan hanya menggambarkan hubungan antara satu dimensi saja. c. Ciri yang ketiga adalah mengenai cara menyatakan hubungan antara konsep-konsep. Tidak semua konsep mempunyai bobot yang sama, ini berarti bahwa ada konsep yang lebih inklusif dari konsep-konsep lain. d. Bila dua atau tiga konsep digambarkan di bawah suatu konsep yang lebih inklusif, terbentuklah suatu hirarki pada peta konsep itu. Berdasarkan keempat ciri-ciri peta konsep yang dikemukakan di atas, maka dapat dikatakan bahwa peta konsep hanya memiliki satu pola atau bentuk, yaitu bentuk diagram pohon. Menurut Nur dalam Peta Konsep Anak Bangsa (2008:20) Jenis-jenis peta konsep ada empat macam yaitu: pohon jaringan (network tree), rantai kejadian (events chain), peta konsep siklus (cycle concept map), dan peta konsep laba-laba (spider concept map). Pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa suatu peta konsep juga dapat mengikuti bentuk atau pola: “pohon jaringan”, “rantai kejadian”, “peta siklus”, dan “peta laba-laba”. Peta konsep yang mengikuti pola “rantai kejadian” (events chain) adalah peta konsep yang bertujuan untuk memperlihatkan keterkaitan beberapa konsep yang berada dalam suatu urutan kejadian. Dalam mata pelajaran kelistrikan, suatu peta konsep rantai kejadian dapat digunakan untuk memperlihatkan suatu urutan kejadian, langkah-langkah suatu kegiatan, atau tahap-tahap dalam suatu proses. Pola “rantai kejadian” dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 2. Peta konsep pola rantai kejadian. Peta konsep yang mengikuti pola “peta siklus” (cycle concept map) memperlihatkan serangkaian kejadian yang tidak berakhir. Dengan perkataan lain, kejadian yang terakhir pada rantai itu menghubungkan kembali dengan kejadian awal. Oleh karena tidak ada hasil dan kejadian terakhir itu menghubungkan kembali dengan kejadian awal menyebabkan situasi tersebut berulang dengan sendirinya. Peta siklus cocok diterapkan untuk menunjukkan hubungan bagaimana suatu rangkaian kejadian berinteraksi untuk menghasilkan suatu kelompok hasil yang berulang. Pola “peta konsep siklus” dapat digambarkan seperti pada halaman selanjutnya. Gambar 3. Peta konsep pola siklus Peta konsep yang mengikuti pola “peta laba-laba” (spider concept map) memperlihatkan suatu peta yang bertitik tolak pada suatu konsep yang paling pokok (sentral). Berdasarkan konsep pokok itu, sejumlah konsep yang terkait mengelilinginya sehingga membentuk peta laba-laba. Penggunaan peta laba-laba tidak perlu mengikuti suatu hirarki konsep, tetapi penekanannya pada kategori-kategori pola “peta laba-laba” dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 4. Peta konsep pola peta laba-laba. Tidak dapat dipungkiri bahwa “peta konsep” masih relatif baru dalam pembelajaran pada umumnya, pembelajaran Kelistrikan di SMK pada khususnya. Akibatnya, masih ada kecenderungan guru mata pelajaran kelistrikan mengalami kesulitan dalam menerapkannya. c. Menyusun Peta Konsep Peta konsep memegang peranan penting dalam belajar bermakna, karena itu hendaknya setiap siswa pandai menyusun peta konsep yang meyakinkan sehingga berlangsung belajar bermakna sebagaimana yang diharapkan. Adapun langkah-langkah dalam membuat peta konsep adalah sebagai berikut: a. Pilihlah buku bacaan dari buku pelajaran. b. Tentukan konsep-konsep yang relevan. c. Urutkan konsep-konsep itu dari yang paling inklusif ke yang tidak inklusif atau contoh-contoh lain. d. Sususnlah konsep-konsep di atas kertas, dimulai dari konsep inklusif di puncak ke konsep yang tidak inklusif. e. Hubungkan konsep-konsep itu dengan kata penghubung. d. Kegunaan Peta Konsep Dalam pendidikan, peta konsep dapat diterapkan untuk berbagai tujuan: a. Menyelidiki apa yang telah diketahui siswa. b. Mempelajari cara belajar. c. Mengungkapkan konsep salah. d. Sebagai alat evaluasi. Dalam rangka melatih siswa untuk membentuk peta konsep, maka tugas guru adalah : a. Menjelaskan pada siswa bahwa dengan suatu peta konsep kita dapat lebih memahami apa yang sudah dipelajari, karena dapat melihat hubungan antar konsep, dan cara terbentuknya konsep, dengan demikian, maka mereka sadar bahwa mereka telah belajar secara bermakna. b. Meyakinkan siswa bahwa dengan cara belajar bermakna maka akan membantu mereka untuk menyerap suatu pengertian atau konsep-konsep khusus melalui kegiatan-kegiatan membaca, atau mendengar suatu uraian. c. Dengan peta konsep, berarti kita berusaha untuk memvisualisasikan konsep hubungannya secara hierarki. 4. Peta Konsep Sebagai Alat Evaluasi Dengan menggunakan konsep-konsep manusia dapat mengklasifikasikan dunia sekitarnya menurut konsep-konsep tersebut, seperti: warna, bentuk, jumlah, bau dan lain-lain. Sejumlah konsep kalau dihubungkan antara yang satu dengan yang lain dalam bentuk proposisi akan membentuk peta konsep. Jadi peta konsep digunakan untuk menyatakan hubungan yang bermakna antara sejumlah konsep dalam bentuk proposisi-proposisi. Di dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia” dinyatakan bahwa proposisi adalah “ Ungkapan yang dapat dipercaya, disangsikan, disangkal, atau dibuktikan benar tidaknya”. Peta konsep dapat menunjukkan secara visual berbagai jalan yang dapat ditempuh dalam menghubungkan pengertian-pengertian konsep di dalam konteksnya. Peta konsep dapat merupakan suatu skema atau ringkasan dari hasil belajar. Dalam bentuknya yang paling sederhana, peta konsep terdiri atas dua konsep yang dikaitkan dengan satu kata penghubung sehingga membentuk suatu proposisi. Sebagai contoh: Gambar 5. Hubungan bermakna Pada contoh ini, konsep Resistor dan konsep Pembatas dihubungkan dengan kata “itu” sehingga membentuk suatu proposisi “Resistor itu Pembatas”. Suatu peta konsep yang menggambarkan hasil belajar, jika konsep atau pengertian konsep diurutkan dari yang paling inklusif secara hirarki ke yang kurang inklusif sampai kepada bagian-bagian atau hal-hal yang khusus (contoh-contoh). Sebagai contoh : Gambar 6. Peta konsep pola jaringan Pada contoh di atas, terlihat bahwa “Tahanan” merupakan konsep yang paling inklusif. Kemudian terdapat lima konsep yang kurang inklusif, yaitu “tetap”, “variable”, “peka cahaya”, “peka tegangan”, dan “peka temperatur”. Selanjutnya, kelima konsep tersebut masing-masing diberikan satu contoh. Apabila konsep ini telah terpaparkan membentuk pola jaringan maka, guru dapat melihat kebermaknaan konsep yang ada pada mindset siswa, mana kala konsep diatas tidak tersusun secara hierarki atau ada yang tidak dimasukkan,gurupun dengan mudah mengidentifikasi tingkat pemahaman siswa itu sendiri hal ini dapat dilihat pada kegunaan peta konsep yang telah dipaparkan sebelumnya. B. Kerangka Pikir Pemahaman siswa adalah pengetahuan atau kemampuan memberi arti dari materi yang telah diberikan oleh guru bidang studi sebelumnya yang berbuah suatu pengetahuan terpahami oleh siswa dan dapat diuji, untuk memperoleh data pemahaman kelistrikan otomotif siswa SMKT somba opu khususnya kelas XI MO maka dilakuakan pengidentifikasian dengan dua cara pertama evaluasi dengan multiple choice oleh guru bidang studi, kedua evaluasi model peta konsep yang dilaksanakan oleh peneliti. Kedua alat evaluasi ini memiliki persamaan yaitu ingin memperoleh data pemahaman siswa namun tujuannya berbeda, peneliti bertujuan ingin mengetahui seberapa besar tingkat pemahaman siswa SMKT Somba opu melalui tes pemetaan konsep sedangkan guru mengukur pemahaman melalui tes multiple choice yang hasilnya nanti menjadi data pembanding dari pada hasil tes pemetaan konsep yang dilakukan oleh peneliti. Berikut ini adalah alur kerangka pikir : Gambar 7. Skema kerangka pikir BAB. III METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian Ex-post facto yang bersifat deskriptif yang terdiri atas satu variabel, yaitu pemahaman yang diperoleh melalui evaluasi model peta konsep pada mata pelajaran kelistrikan otomotif sub kompetensi sistem lampu penerangan Desain dapat digambarkan sebagai berikut: I R O Gambar 8. Desain penelitian Dengan : I : Pemahaman siswa R : Sekelompok siswa yang dipilih secara random O : hasil pengukuran Definisi Operasional Variabel Agar didapatkan pengertian yang jelas dari variabel dalam penelitian ini, maka perlu diberikan batas operasional sebagai berikut : Pemahaman siswa adalah suatu kemampuan memberi arti keseluruhan atau memaknai dari materi yang telah diberikan oleh guru setelah mengikuti pelajaran dengan materi lampu penerangan. Dalam hal ini peneliti mengambil mata pelajaran kelistrikan otomotif dengan sub kompetensi lampu penerangan. Hasil identifikasi siswa adalah skor yang diperoleh dari pemberian tes dalam bentuk pemetaan konsep. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi Subyek populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas 2 jurusan Otomotif SMKT Somba Opu pada tahun 2010/2011 yang telah melaksanakan kegiatan pembelajaran pada kelistrikan dengan jumlah 120 siswa. Sampel Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan model random sampling dengan memiliih secara acak 30 orang siswa kelas XI jurusan teknik otomotif. Menurut Arikunto (1997:25) menyatakan bahwa: “Apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitian merupakan penelitian populasi. Selanjutnya, jika subjeknya besar maka dapat diambil antara 10 % - 15 % atau 20 % - 25 % atau lebih, selain itu peneliti juga mempertimbangkan Kemampuan peneliti dilihat dari waktu tenaga dan dana. Sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subjek, karena hal ini menyangkut banyak sedikitnya data”. Berdasarkan pertimbangan sebelumnya, maka sampel penelitian diambil sebesar 25 % dari jumlah populasi. Adapun penarikan sampel menggunakan cara acak atau mengundi sehingga jumlah sampel penelitian ini adalah 30 sampel. Tabel 1. Distribusi jumlah sampel No. kelas populasi sampel 1. 2. 3. Kelas XI1 Kelas XI2 Kelas XI3 40 40 40 10 10 10 Jumlah 120 30 Sumber: Hasil olah data SMKT Somba Opu 2010/2011 Teknik Pengumpulan Data Teknik yang dipergunakan untuk pengumpulan data penelitian ini adalah sebagai berikut : Teknik Dokumentasi Digunakan untuk memperoleh informasi mengenai jumlah peserta didik pada kelas XI SMK Teknologi Somba Opu jurusan otomotif yang mengikuti mata pelajaran kelistrikan otomotif. Teknik Angket 1. Instrumen model multiple choice sebagai alat tes, dimana pembuatan soal, pembobotan nilai, dan pelaksanaanya dilakukan oleh guru bidang studi kelistrikan otomotif SMK Teknologi somba Opu sebagai data pembanding dalam penelitian ini, kemudian soal dan pembobotan instrumen ini direfleksikan kedalam instrumen model evaluasi peta konsep oleh peneliti. 2. Instrumen model evaluasi peta konsep sebagai alat tes dalam bentuk pemetaan konsep. Tes ini dilaksanakan dan dikembangkan oleh peneliti berdasarkan rambu-rambu penyusunan yang ada serta petunjuk dan persetujuan dari pihak yang dianggap ahli. Bentuk peta konsep yang dijadikan instrumen adalah peta konsep diagram pohon, kemudian diujikan kepada 30 responden untuk memperoleh hasil identifikasi pemahaman siswa. Adapun daftar ditribusi pertanyaan evaluasi model peta konsep dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 2. Daftar distribusi pertanyaan VARIABEL INDIKATOR Pemahaman Siswa Menyusun konsep-konsep dalam bentuk pemetaan konsep mulai dari konsep yang paling umum ke konsep yang paling khusus atau contoh. Menghubungkan konsep-konsep dengan kata penghubung yang sesuai. Konsep-Konsep Pokok Bahasan Lampu Penerangan Dan kata penghubung : Jenis Lampu kepala, fungsi, warna, penerangan jalan pada saat kondisi berkabut, Jarak Pendek, fungsi, Jarak jauh, fungsi, lampu kabut, Lampu Blits, Penerangan Jalan jarak jauh, Penerangan jalan jarak pendek, fungsi, warna, Isyarat Pengganti klakson di malam hari, fungsi, penerang ruangan, penerangan nomer plat polisi, kuning, fungsi. Gambar 9. Ditribusi lembar jawaban pemetaan konsep Tes pemetaan konsep yang akan diberikan kepada responden berupa pemetaan konsep pohon jaringan yang terdiri dari konsep-konsep bahasan lampu kepala dan kata penghubung yang telah di acak dan sebuah diagram pohon yang kolomnya siap untuk diisi. Jawaban setiap kolomnya mempunyai skor. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 1. Uji validitas instrument. Prosedur penelitian Melakukan penarikan sampel secara acak sebanyak 30 siswa dari 120 populasi siswa kelas XI SMKT Somba Opu. Peneliti dan guru bekerjasama dalam pengidentifikasian pemahaman siswa, guru mengidentifikasi menggunakan evaluasi multiple choice dan peneliti menggunakan evaluasi peta konsep, hal ini dilakukan agar data yang diperoleh peneliti terlihat perbandingannya dengan data yang diperoleh guru. Membagikan angket multiple choice dan peta konsep kepada 30 responden Hasil kedua alat evaluasi tersebut dianalisis dengan analisis deskriptif inferensial. Pengujian instrumen Uji validitas Instrumen dalam penelitian ini terlebih dahulu diuji cobakan sebelum digunakan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang validitas isi dari instrumen tersebut, (Sugiyono, 2003:146). Validitas angket dengan pedoman observasi dilakukan dengan uji validitas isi melalui rational judgment dimaksud untuk mengetahui apakah setiap item instrumen menggambarkan indikator dari setiap ubahan secara teori atau belum. Menurut sudjana (1989:35) “validasi isi berkenaan dengan kesanggupan alat penilaian dalam mengukur isi yang seharusnya”. Ini berarti bahwa tes tersebut mampu mengungkapkan isi suatu konsep atau variable yang hendak di ukur. Validasi angket penilitian ini dilakukan oleh validator atau orang yang dianggap ahli. Penjelasan mengenai uji validitas ini dapat dilihat pada lampiran I lembar validasi isi oleh para ahli. Teknik Analisis Data Untuk menganalisis data yang diperoleh dalam penelitian ini, digunakan statistik deskriptif yaitu pemahaman siswa yang diperoleh melalui evaluasi model peta konsep. Adapun rumus analisis persentase yang digunakan adalah sebagai berikut : Rumus presentase sebagai berikut : p=F/N x 100 % keterangan : P = Presentase yang dicari F = Frekuensi data N = Jumlah data (Sudjana 1997:29) Rumus pengkategorian untuk menentukan skala interval Data terbesar dikurangi data terkecil = r (rentang) Banyaknya kelas = 1 + (3.3) log n Panjang Kelas = rentang banyak kelas (Arif Tiro 2008:67) BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil analisis deskriptif memberikan gambaran terhadap hasil pengidentifikasian pemahaman siswa kelas XI SMK Teknologi Somba Opu yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini. Hasil analisis data yang diperoleh diolah dengan menggunakan analisis deskriptif dan inferensial Hasil penelitian ini disajikan dengan menggunakan pengukuran skala interval sebagaimana yang dikemukakan oleh Mannan (2008:20) skala interval ialah “skala yang memberi jarak interval yang sama dari satu titik asal yang tidak tetap, dalam skala interval hubungan tata urut dan jarak angka-angka itu mempunyai arti”. Kesimpulan kutipan tersebut bahwa pada skala interval disamping menunjukkan kategori dan urutan posisi juga mempunyai jarak yang sama pada setiap kategori interval. Berikut kategori umum yang dibuat berdasarkan data peneliti dan rumus pengkategorian oleh Arif Tiro (2008:67). Table 3. Kategori umum No. Interval Kategori 1. 91 - 100 Sangat tinggi 2. 81 - 90 Tinggi 3. 71 - 80 Sedang 4. 61 - 70 Rendah 5. 51 - 60 Sangat rendah Sumber : Olah data 2011 I. Hasil Evaluasi Multiple Choice Setelah hasil evaluasi multiple choice diolah oleh peneliti maka diperoleh data pemahaman mata pelajaran kelistrikan otomotif siswa kelas XI SMK Teknologi Somba Opu sebagai berikut : Tabel 4. Distribusi hasil tes multiple choice No. Interval frekuensi F(%) kategori 1. 91 - 100 3 10 Sangat tinggi 2. 81 - 90 13 43,33 Tinggi 3. 71 - 80 10 33,33 Sedang 4. 61 - 70 3 10 Rendah 5. 51 - 60 1 3,33 Sangat rendah Total 30 100 Sumber : Olah data 2011 Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa dari 30 siswa yang di uji pemahamannya menggunakan evaluasi multiple choice, yakni : Interval 91-100 sebanyak 3 (10%) siswa masuk dalam kategori sangat tinggi, pada interval ini ada 2 orang yang memperoleh nilai 100 karena mampu memilih jawaban yang tepat setiap item pertanyaan. Pada interval ini terdapat juga skor yang kurang dari 100 berdasarkan tinjauan dari hasil evaluasi disebabkan kesalahan dalam memilih jawaban yang tepat mengenai penggolongan mengenai lampu kabut, namun masih tergolong kategori sangat tinggi karena skornya belum masuk dalam interval tinggi (81-90%). Interval 81-90 sebanyak 13 (43,33%) siswa masuk dalam kategori tinggi, berdasarkan tinjauan dari hasil evaluasi pada interval ini kesalahan dalam memilih jawaban yang tepat umumnya terdapat pada item pertanyaan mengenai fungsi lampu dan contoh warna lampu kabut,namun masih tergolong kategori sangat tinggi karena skornya belum masuk dalam interval sedang (71-80). Interval 71-80 sebanyak 10 (33,33%) siswa masuk dalam kategori sedang, berdasarkan tinjauan dari hasil evaluasi pada interval ini umumnya kesalahan dalam memilih jawaban yang tepat terdapat pada item pertanyaan mengenai jenis lampu penerangan, dan fungsi lampu, namun masih tergolong kategori sedang karena skornya belum masuk dalam interval rendah (61-70). Interval 61-70 sebanyak 3 (10%) siswa masuk dalam kategori rendah, berdasarkan tinjauan dari hasil evaluasi pada interval ini kesalahan dalam memilih jawaban yang tepat umumnya terdapat pada item pertanyaan mengenai jenis lampu, dan fungsi lampu Interval 51-60 sebanyak 1 (3,33%) siswa masuk dalam kategori sangat rendah, berdasarkan tinjauan dari hasil evaluasi, pada interval ini kesalahan dalam memilih jawaban yang tepat umumnya terdapat pada item pertanyaan mengenai jenis lampu, fungsi lampu, dan penggolongan lampu plat nomer. II. Hasil Evaluasi Model Peta Konsep Setelah hasil evaluasi model peta konsep diolah oleh peneliti maka diperoleh data pemahaman mata pelajaran kelistrikan otomotif siswa kelas XI SMK Teknologi Somba Opu sebagai berikut : Tabel 5. Distribusi hasil tes peta konsep No. Interval frekuensi F(%) kategori 1. 91 - 100 4 13,33 Sangat tinggi 2. 81 - 90 5 16,67 Tinggi 3. 71 - 80 8 26,67 Sedang 4. 61 - 70 9 30,00 Rendah 5. 51 - 60 4 13,33 Sangat rendah Total 30 100 Sumber : Olah data 2011 Setelah hasil evaluasi model peta konsep diolah oleh peneliti maka diperoleh data pemahaman mata pelajaran kelistrikan otomotif siswa kelas XI SMK Teknologi Somba Opu sebagai berikut: Interval 91-100 sebanyak 4 (13,33%) siswa masuk dalam kategori “sangat tinggi”, siswa yang berada pada interval ini ada yang mendapatkan skor 100 yang artinya jawaban benar semua karena mampu menginput konsep-konsep bahasan sistem lampu penerangan yang telah diacak dalam diagram pemetaan konsep ini berarti siswa tersebut telah mampu memaknai hubungan antar konsep sistem lampu penerangan demikian juga yang ada dalam interval ini ada yang memperoleh skor kurang dari 100 ini terjadi berdasarkan tinjauan peneliti terhadap angket yang telah diisi oleh siswa modus yang terlihat pada soal pemetaan konsep adalah sebagain siswa salah menghubungkan contoh konsep lampu kabut bahkan ada juga pemetaan konsepnya terbalik, namun siswa dalam interval ini masih termasuk katagori skor sangat tinggi karena skor pemataan konsepnya belum menyentuh angka interval kategori tinggi. Interval 81-90 sebanyak 5 (16,67%) siswa kategori skor pemahaman “tinggi”, siswa dalam kategori ini telah nampak pemahamannya pada diagram pemetaan konsep modus yang sering terlihat kesalahan atau terbalik menghubungkan konsep bahasan penerangan lampu kepala dan penerangan lampu kabut, namun siswa dalam interval ini masih dikatakan atau tergolong skor pemahamannya tinggi karena skor pemetaan konsepnya belum menyentuh angka interval kategori sedang. Demikian pula siswa yang berada pada Interval 71-80 sebanyak 8 (26,67%) siswa kategori “sedang”, siswa dalam kategori ini telah nampak pemahamannya pada diagram pemetaan konsep modus yang sering terlihat kesalahan atau terbalik menghubungkan konsep penerangan lampu kepala dan kesalahan atau terbalik memberi kata penghubung sehingga makna dari konsep yang dihubungkan tidak proposisi atau dengan kata lain salah konsep, namun masih dikatakan skor pemahamannya sedang karena belum menyentuh angka atau termasuk interval katagori rendah. Interval 61-70 sebanyak 9 (30,00%) siswa kategori “rendah”, siswa yang berada dalam interval ini telah nampak pemahamannya pada diagram pemetaan konsep modus yang sering terlihat adalah kesalahan atau terbalik menghubungkan antar konsep penerangan lampu kepala, penerangan lampu kabin dan contoh warna lampu kabut. jadi dikatakanm skor pemahamannya masuk dalam katagori rendah. Interval 51-60 sebanyak 4 (13,33%) siswa kategori “sangat rendah”, siswa yang berada dalam interval ini telah nampak pemahamannya pada diagram pemetaan konsep modus yang sering terlihat adalah kesalahan atau terbalik menghubungkan antar konsep baik itu pengelompokannya maupun fungsi penerangan lampu kepala, penerangan lampu kabin dan contoh warna lampu kabut. B. Pembahasan Setelah penelitian ini memperoleh hasil dari data yang diolah maka dapat diperoleh pembahasan seperti dibawah ini: Tabel 6. Hasil tes evaluasi multiple choice dan peta konsep. Interval Hasil Evaluasi Kategori Multiple Choice Peta Konsep Frekuensi F(%) Frekuensi F(%) 91 - 100 3 10 4 13,33 Sangat tinggi 81 - 90 13 43,33 5 16,67 Tinggi 71 - 80 10 33,33 8 26,67 Sedang 61 - 70 3 10 9 30,00 Rendah 51 - 60 1 3,33 4 13,33 Sangat rendah Total 30 100 30 100 Sumber : Olah data 2011. Berdasarkan tabel di atas hasil evaluasi multiple choice dan evaluasi model peta konsep dapat diketahui bahwa dari 30 siswa yang dipilih secara acak kelas IX MO SMK Teknologi Somba Opu yang menjadi sampel penelitian, yakni: Interval 91-100 adalah kategori “sangat tinggi”, evaluasi multiple choice sebanyak 3 (10%) siswa, sedangkan evaluasi model peta konsep sebanyak 4 (13,33%) siswa. Interval 81-90 adalah kategori tinggi, evaluasi multiple choice sebanyak 13 (43,33%) siswa, sedangkan evaluasi model peta konsep sebanyak 5 (16,67%) siswa. Interval 71-80 adalah kategori sedang, evaluasi multiple choice sebanyak 10 (33,33%) siswa, sedangkan evaluasi model peta konsep sebanyak 8 (26,67%) siswa. Interval 61-70 adalah kategori rendah, evaluasi multiple choice sebanyak, 3 (10%) siswa, sedangkan evaluasi model peta konsep sebanyak 9 (30.00%) siswa. Interval 51- 60 adalah kategori sangat rendah, evaluasi multiple choice sebanyak 1(3,33%) siswa, sedangkan evaluasi model peta konsep sebanayak 4 (13,33%) siswa. Hasil identifikasi di atas dapat dilihat pada histogram dibawah ini : Gambar 10. Histogram multiple choice dan peta konsep Sumber: Olah data 2011. Terlepas dari segala keterbatasan penelitian ini telah diperoleh informasi mengenai identifikasi pemahaman siswa kelas XI SMKT Somba Opu yang dievalusi melalui multiple choice sebagai data pembanding berada pada kategori tinggi dengan persentase skor ≥ 43,33%, sedangkan evaluasi melalui model peta konsep oleh peneliti berada pada kategori rendah dengan persentase skor ≤ 30,00%. Hasil informasi identifikasi di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa setelah siswa diuji menggunakan peta konsep maka terlihatlah pemahaman siswa yang sebenarnya terbukti banyak siswa yang salah menghubungkan konsep-konsep pada pemetaan konsep. Namun bukanlah berarti evaluasi menggunakan model peta konsep lebih baik dari pada multiple choice, melainkan evaluasi model peta konsep lebih ideal apabila diterapkan untuk mengetahui tingkat pemahaman berupa konsep atau data kualitatif. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pemahaman Siswa Kelas XI SMK Teknologi somba opu mata pelajaran kelistrikan otomotif yang diidentifikasi melalui evaluasi model peta konsep berada pada kategori rendah. B. Saran Sehubungan dengan hasil penelitian ini, berikut dikemukakan beberapa saran: 1. Kepada penentu kebijakan pendidikan, kiranya dapat mengupayakan pelatihan teknik-teknik evaluasi bagi guru, khususnya guru mata pelajaran kelistrikan di SMK. 2. Kepada pihak praktisi pendidikan, khususnya guru mata pelajaran kelistrikan pada jenjang pendidikan SMK agar kiranya dapat menerapkan teknik-teknik evaluasi yang kreatif dan berkualitas, seperti teknik peta konsep. 3. Kepada peneliti yang lain dapat melaksanakan penelitian serupa sebagai tindak lanjut dari hasil penelitian ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar